Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Ada sebuah pesan indah dari Sang Bijak – Guru Selamat yang selalu menggelitik relung hati sanubari. Menyentuh kalbu dan membangkitkan kesadaran. Semangat pun berlipat. Bunyinya; “Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Namun, kita dapat melakukan hal kecil dengan cinta yang besar.” Tadinya saya agak canggung membaca kalimat ini, apalagi kalau bukan perasaan inferior yang terus melanda. Tapi alhamdulillah, Allah memberi kesadaran dan kemudian terhubung indah dengan hikmah-hikmah dari warisan-warisan dalil tua berikut ini.
Pertama, hadits dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata:
يَقُولُ كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ ”. فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ.
“Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah ﷺ, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah “Bismillah”), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Kedua, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رضى الله عنه قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ.
“Kekasihku (Rasulullah) mewasiatkan tiga hal yang tidak akan kutinggalkan hingga mati yakni berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha dan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari)
Ketiga, hadits dari Ummu Habibah, ia berkata:
تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ “ مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ ” . قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم . وَقَالَ عَنْبَسَةُ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ أُمِّ حَبِيبَةَ . وَقَالَ عَمْرُو بْنُ أَوْسٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَنْبَسَةَ . وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ سَالِمٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ .
Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim)
Dalil-dalil di atas menunjukkan satu hal yang perlu kita cermati bersama. Yaitu sebuah kekuatan cinta dari Nabi ﷺ dengan apa yang diucapkan. Bukan sembarang ucapan, tetapi ucapan yang penuh keagungan. Apa yang diucapkan, apa yang dikatakan menjadi pendorong perubahan yang nyata. Sabdanya menjadi pendorong dan energi yang dahsyat untuk perubahan sekitarnya. Umar bin Abi Salamah begitu terguncang, namun hidupnya berubah sejak saat itu. Sahabat Abu Huroiroh pun sama, wasiat Nabi ﷺ terpatri hingga mati. Selanjutnya Ummi Habibah, Anbasah dan murid-muridnya, tertancap dan tertanam dalam-dalam untuk istiqomah dalam beramal kebaikan. Itu semua bukan semata-mata keinginan yang menerima perintah, tetapi ada semacam enegi yang kuat dari pemberi ajakan yang mendorong terjadinya perubahan. Itulah rahmat; cinta dan ketulusan. La haula quwwata illa billah.
Dengan seizin Allah, kita masih juga menjumpai orang-orang yang khusus. Ada orang biasa yang diberi keistimewaan ucapannya penuh berisi. Ada karomah, yoni dan wibawa di sana, sehingga apa yang diucapkan seperti mantra. Nandes dan meresap di hati pendengarnya. Selanjutnya pendengar tersebut seperti mendapatkan kekuatan dan energi untuk melakukannya. Apa yang didengar dan apa yang dirasakan berbuah manis sebuah amalan. Ada cinta di sana. Ada budi dan kedamaian yang meliputi sehingga berasa ringan dan mudah dalam pembawaannya. Dari sinilah, cahaya menuntun pada hikmat amalan yang disenangi Allah adalah yang kekal walau sedikit. Tak lain karena cinta di dalamnya yang begitu besar.
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ ” . قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ إِذَا عَمِلَتِ الْعَمَلَ لَزِمَتْهُ .
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR Muslim)
Sekarang nuansanya pun berbeda. Banyak hal yang dilakukan bahkan tanpa cinta, tanpa nur dari Yang Kuasa. Hasilnya keimanan yang mengambang dan kekhusyu’an yang hilang. Beribu nasehat seperti tanpa perubahan, sejuta perintah seperti halnya sebuah bacaan. Tanpa aura. Perubahan dan kedamain yang dicari seakan lari bersembunyi. Karena itu, mari segera kita mulai melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar. Jangan sebaliknya kita merasa mempunyai cinta yang besar, tapi melakukan hal yang kecil pun tidak. Sebagai penutup, simaklah kalimat sederhana Nabi yang berakibat dahsyat kepada Ibnu Umar. Tak lain ada kekuatan cinta yang besar di dalamnya.
عَنْ سَالِمٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا رَأَى رُؤْيَا قَصَّهَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَتَمَنَّيْتُ أَنْ أَرَى رُؤْيَا أَقُصُّهَا عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ وَكُنْتُ غُلاَمًا شَابًّا عَزَبًا وَكُنْتُ أَنَامُ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرَأَيْتُ فِي النَّوْمِ كَأَنَّ مَلَكَيْنِ أَخَذَانِي فَذَهَبَا بِي إِلَى النَّارِ فَإِذَا هِيَ مَطْوِيَّةٌ كَطَىِّ الْبِئْرِ وَإِذَا لَهَا قَرْنَانِ كَقَرْنَىِ الْبِئْرِ وَإِذَا فِيهَا نَاسٌ قَدْ عَرَفْتُهُمْ فَجَعَلْتُ أَقُولُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَلَقِيَهُمَا مَلَكٌ فَقَالَ لِي لَمْ تُرَعْ . فَقَصَصْتُهَا عَلَى حَفْصَةَ فَقَصَّتْهَا حَفْصَةُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم “ نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ” . قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بَعْدَ ذَلِكَ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَلِيلاً .
Dari Salim dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma berkata; “Seseorang pada masa hidup Nabi ﷺ bila bermimpi, biasanya dia menceritakannya kepada Rasulullah ﷺ. Aku pun berharap bermimpi hingga aku dapat mengisahkannya kepada Rasulullah ﷺ. Saat itu aku masih remaja. Pada suatu hati di zaman ﷺ aku tidur di masjid, lalu aku bermimpi ada dua malaikat memegangku lalu membawaku ke dalam neraka, aku melihat neraka yang teryata ada lubang besar bagaikan lubang sumur (atau jurang). Neraka memiliki tanduk dan aku melihat di dalamnya ada orang-orang yang sebelumnya aku sudah mengenal mereka. Karena melihat mereka membuat aku berkata; “Aku berlindung kepada Allah dari neraka” Dia berkata; “Kemudian kami berjumpa dengan malaikat lain lalu yang berpesan kepadaku; “Janganlah kamu takut”. Kemudian aku ceritakan mimpiku itu kepada Hafshah, lalu Hafshah menceritakannya kepada Rasulullah ﷺ. Maka Beliau pun bersabda: “Sungguh ‘Abdullah (bin Umar) adalah seorang yang beruntung (bahagia) bila dia mendirikan shalat malam”. Setelah peristiwa ini ‘Abdullah bin ‘Umar tidak tidur malam kecuali sedikit”. (HR. Bukhari).
Entah apa yang Anda rasakan, ataukah saya yang hidup di waktu dan tempat yang salah, terus terang saat ini saya rindu dengan itu semua. Apakah lagi putus cinta? Allahu Akbar.